semur bola-bola daging

Photo

foto: Yenny Bunda Feyza, http://www.cookpad.com/id

Suami tidak suka makanan pedas. “No need chilly… no need to buy chilly…”, ingatnya. Secara John (2 tahun) juga belum siap dikenalkan dengan masakan pedas, klop-lah Bapak dan anak, sehingga jadilah pagi ini aku masak semur bola-bola daging dengan semangat.

Seperti biasa, suami makan ditemani dengan roti. Aku perhatikan dia makan dengan cukup lahap. “Ah, masakan pagi ini sukses”, pikirku.

“How is my cooking?”, tanyaku.

“Good”, jawabnya singkat. kami pun melanjutkan makan. Nampak dia menambahkan bola-bola daging terus ke dalam mangkok makannya, tapi kuperhatikan dia tidak menyentuh kuah semurnya padahal biasanya dia suka kuah.

“How do you like it?”, tanyaku sekali lagi.

“Not good, I don’t like”.

“Why? It is not spicy, isn’t it?”

“The flavor is too strong… what ingredients do you use?”

“Just soya sauce, garlic, sweet soya sauce…”, aku mulai dari bumbu-bumbu yang aku tahu di restuinya.

“But it is too strong… do you know that we can die quickly because of it?”

“…shallot, nutmeg, clove…”, lanjutku.

“No need… do you know that you can adjust the recipe? No need to follow everything in the recipe. Make your own recipe, mama John…”

*menghela nafas dengan berat* OK, berarti memang benar hanya cukup 4 bumbu di dapur: bawang putih, bawang bombay, jahe, dan kecap asin. Oh, kapan ya ada acara ketemuan sama teman-teman sehingga bisa ada alasan untuk makan di luar…? #lihatkalender

 

Jakarta, 23 Februari 2016

This entry was posted in gegar budaya, husband and i and tagged , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment